Berkah Di Balik Musibah
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2022/12/berkah-di-balik-musibah.htmlBagi seorang muslim, musibah tidak selamanya buruk. Bahkan, boleh jadi mendatangkan banyak keberkahan. Beberapa di antaranya: Pertama, Allah Swt. menghapus sebagian dosa-dosanya. Allah Swt. berfirman (yang artinya), “Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (QS Asy-Syura: 30)
Nabi ﷺ bersabda, “Tidak ada penyakit, kesedihan, dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuk ia melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR Bukhari)
Beliau ﷺ pun bersabda, “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta, dan anaknya hingga ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan bangkrut.”
Kedua, Allah Swt. memberikan pahala yang besar di akhirat kepada orang yang terkena musibah. Nabi ﷺ bersabda, “Manusia pada Hari Kiamat berangan-angan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat besarnya pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.” (HR At-Tirmidzi)
Ketiga, Allah Swt. dekat dengan orang yang tertimpa musibah. Di antaranya musibah sakit. Dalam hadis qudsi Allah Swt. berfirman, “Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuk ia. Sungguh, jika engkau membesuk ia, niscaya engkau mendapati Aku ada di sisinya.” (HR Muslim)
Keempat, jika dihadapi dengan sabar, musibah mendatangkan rida Allah Taala. Nabi ﷺ bersabda, “Sungguh besarnya pahala bergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka dengan cobaan. Siapa saja yang rida atas cobaan tersebut maka ia mendapat keridaan Allah dan barang siapa yang berkeluh-kesah (marah) maka ia akan mendapat murka-Nya.”
Kelima, musibah bisa memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah Taala. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadikan dirinya mendekat kepada Allah Swt. dan menjauhkan diri dari kesesatan. Inilah yang Allah Swt. tegaskan (yang artinya), “Jika Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri. Namun, jika ia ditimpa malapetaka, ia banyak berdoa.” (QS Fushilat: 51)
Keenam, musibah dapat menghilangkan sikap sombong, ujub, dan takabur. Betapa banyak manusia sombong, ujub, dan takabur, saat ditimpa musibah, ia baru mulai menyadari dirinya serba lemah dan tidak berdaya. Saat itu hilanglah kesombongannya.
Ketujuh, Allah Swt. menghendaki kebaikan bagi orang yang terkena musibah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepada dirinya.” (HR Bukhari)
Beliau pun bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin. Sungguh semua perkara baik bagi dirinya. Jika ia memperoleh kelapangan, ia bersyukur, dan itu baik bagi dirinya. Jika ia ditimpa kesempitan, ia bersabar, dan itu pun baik bagi dirinya.” (HR Muslim)
Kedelapan, Allah Swt. tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit. Pasalnya, andai ia tidak terhalang musibah seperti sakit, tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut. Hal ini akan terus berlanjut selagi ia (yang terkena musibah) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak seorang pun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk menjaga ia seraya berfirman kepada malaikat itu, ‘Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal saleh yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian dengan-Ku.’” (HR Ahmad)
Kesembilan, musibah bisa makin menanamkan rasa takut kepada Allah Taala. Dengan itu orang yang terkena musibah bisa makin menaati seluruh perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Inilah yang secara jelas tergambar dari keteladanan Rasululullah ﷺ Sebagaimana dituturkan oleh ummul mukminin Aisyah ra., bahwa jika langit mendung, awan menghitam, dan angin kencang, wajah Baginda Nabi ﷺ yang biasanya memancarkan cahaya akan terlihat pucat pasi karena takut kepada Allah Taala. Beliau lalu keluar dan masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dikandungnya dan keburukan apa saja yang dibawanya.”
Aisyah ra. bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”
Nabi ﷺ menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum ‘Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan At-Tirmidzi)
Masyaallah! Kita sepantasnya takjub dengan rasa takut Rasulullah ﷺ kepada Allah. Bayangkan, Rasul ﷺ adalah kekasih-Nya, penghulu ahli surga. Allah mustahil mengazab beliau. Namun, rasa takut kepada Allah Swt. sering menyelinap dalam batin beliau di saat-saat awan mendung dan angin kencang.
Bagaimana dengan para Sahabat beliau? Sama saja. Para Sahabat adalah juga orang-orang yang paling takut kepada Allah setelah Baginda Rasulullah ﷺ. Padahal mereka telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya. Demikian pula para tâb‘în dan generasi sesudah mereka. Kebanyakan mereka adalah generasi yang mengisi hari-hari mereka dengan amal-ibadah. Malam-malam mereka diisi dengan zikir, tilawah Al-Qur’an, dan qiyamullail. Waktu siang mereka sering diisi dengan saum sembari tetap mencari nafkah, berdakwah, bahkan berjihad (berperang) di jalan-Nya. Namun demikian, rasa takut mereka terhadap Allah Swt. begitu luar biasa. Apalagi saat-saat terkena musibah. Dengan itu mereka makin mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan makin berusaha taat kepada-Nya. Bagaimana dengan kita?!
Sumber: Buletin Al-Wa’ie