Benarkah Wanita Tidak Boleh Keluar Rumah?
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2021/03/benarkah-wanita-tidak-boleh-keluar-rumah.htmlKritik ini seringkali diajukan oleh masyarakat modern, apalagi mengingat berbagai kasus ketidakadilan terhadap perempuan yang terjadi di Afghanistan dan Pakistan—dua negara yang notabene dikenal sebagai Islamic State.
Di Pakistan, teman-teman, hanya 13% saja anak perempuan yang bersekolah sampai SMP. Sementara itu, di Afghanistan pada 2018 hanya 29,81% saja dari seluruh perempuan dewasa yang bisa membaca di negara tersebut.
Tidak usah jauh-jauh. Di Jawa sendiri (yang dulunya masih bagian dari Hindia-Belanda) yang kental dengan ‘ke-Islaman’, perempuan seperti R.A. Kartini dan saudara-saudaranya dikurung di dalam rumah.
Jadi… apakah benar Islam mengajarkan seperti itu?
Dua peraturan dalam Islam
Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita ketahui dua peraturan yang ada di dalam Islam berikut ini: an-Nidzham al-Ijtima’ dan Andzhimah al-Mujtama’.
An-Nidzham al-Ijtima’ adalah peraturan dalam Islam yang mengatur tentang pergaulan pria-wanita secara khusus serta interaksi-interaksi turunannya. Contohnya adalah pertemuan dengan lawan jenis untuk urusan privat.
Sementara itu, Andzhimah al-Mujtama’ adalah peraturan dalam Islam yang mengatur bidang sosial yang di sana tidak terdapat interaksi pria-wanita secara khusus. Contohnya adalah jual-beli di pasar.
*Ingat: jadi ada dua peraturan yang berbeda itu di dalam Islam ya teman-teman, okay?
Menjelang kejatuhan peradaban Islam pada 1920-an (ketika umat Islam banyak dipengaruhi oleh peradaban Barat), mereka mengalami kebingungan dalam memahami Islam. Selain karena pengaruh pemikiran Barat yang begitu kuat, umat saat itu telah kehilangan banyak sekali ulama dan pemikir Islam yang bisa memandu mereka.
Karena bingung, dua peraturan berbeda tersebut yaitu an-Nidzham al-Ijtima’ dan Andzhimah al-Mujtama’ dicampuradukkan. Akhirnya? Terbentuklah kerancuan di tengah-tengah umat Islam tentang apa sih batasan antara interaksi privat dan sosial yang benar?
Sebagaimana kita sekarang ya kan? Kita, umat Islam acapkali bingung menghadapi situasi-situasi seperti: “Boleh tidak ya membantu lawan jenis yang kecelakaan di jalan?” “Boleh tidak ya dokter memeriksa pasien yang merupakan lawan jenisnya?” atau “Boleh tidak ya hangout bersama teman yang merupakan lawan jenis?”
Karena masyarakat Islam ‘modern’ telah mencampuradukkan dua peraturan yang berbeda tersebut, mereka menganggap bahwa peraturan privat dan sosial di dalam Islam itu sama saja—yaitu sama-sama melibatkan interaksi pria-wanita secara ‘umum’… atau secara ‘khusus’.
Padahal tidak!
Umat Islam akhirnya terpecah menjadi dua golongan menghadapi fenomena ini: golongan tafrith dan golongan ifrath.
Tafrith dan Ifrath
Golongan tafrith ini maksudnya adalah golongan yang melampaui batas. Istilah sekarang: liberal. Iya itu, golongan yang menganggap interaksi pria-wanita itu semuanya ada di ranah ‘umum’, permisif (perempuan dibebaskan untuk melakukan apa saja).
Mereka beranggapan bahwa termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (khalwat) dengan laki-laki sesuai kehendaknya atau bercampur baur (ikhtilat) untuk hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh syariat, serta keluar rumah membuka auratnya demi mengenakan pakaian yang ia sukai.
Beberapa kelompok di dalam golongan tafrith ini membatasi kebebasan interaksi itu sampai kepada sebelum terjadinya zina/jima’ saja. Namun, ada juga lho yang menganggap bahwa melakukan zina pun merupakan suatu kebolehan.
Sementara itu golongan ifrath adalah golongan yang terlalu ketat. Istilah sekarang: konservatif. Iya, golongan ini adalah golongan yang merasa interaksi pria-wanita itu semuanya ada di ranah ‘khusus’, otoriter (perempuan dilarang melakukan apa saja).
Golongan ini menganggap bahwa wanita bahkan tidak berhak melakukan aktivitas sosial seperti usaha perdagangan ataupun pertanian. Selain itu, mereka juga memandang bahwa wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali dan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangannya.
Alhasil, wanita dikurung di dalam rumah terus-menerus.
Hukum Islam yang sebenarnya mengatur tentang perempuan
Teman-teman, setelah membaca kronologi tersebut diharapkan kita menyadari bahwa baik golongan tafrith maupun ifrath, keduanya sama-sama tidak benar menurut kacamata Islam. Jadi, bahkan yang dilakukan oleh masyarakat Islam Afghanistan, Pakistan, maupun Jawa saat itu tidak dapat dibenarkan.
Islam tidak melarang perempuan untuk keluar rumah, apalagi jika itu menyangkut hal-hal sosial (Andzhimah al-Mujtama’) seperti memperoleh pendidikan, kesehatan, perdagangan, politik, pidana, pemerintahan, dan lain sebagainya.
Hanya saja, kita tetap harus menyadari batasan yang jelas antara perempuan dan laki-laki yang diatur di dalam syariat Islam yaitu dalam lingkup an-Nidzham al-Ijtima’ seperti tidak berinteraksi di luar keperluan sosial kepada lawan jenis baik di dunia nyata maupun dunia maya, apalagi sampai ber-khalwat atau ber-ikhtilat yang tidak diperbolehkan.
Coba bayangkan teman-teman, kalau Islam yang benar tidak digunakan untuk mengatur kehidupan kita…
Sebagaimana golongan tafrith yang liberal, perempuan dan laki-laki akan bebas kemana pun sesuka hati. Pergaulan tidak akan terjaga dan muncul tindak asusila dimana-mana. Seperti halnya sekarang, banyak sekali perzinahan, aborsi, juga pelecehan baik terhadap perempuan maupun laki-laki.
Sebaliknya, jika yang digunakan adalah pemahaman golongan ifrath yang konservatif, seperti di Pakistan dan Afghanistan akan ada banyak perempuan yang tidak berpendidikan. Ini juga menyebabkan timbulnya budaya kekerasan dan perendahan terhadap wanita. Padahal wanita seharusnya dilindungi dan dimuliakan.
Maka, satu-satunya solusi adalah dengan menegakkan hukum Islam yang asli, yang benar, yang mengatur kehidupan privat maupun sosial pria-wanita.
Budaya dan zaman lah yang seharusnya bersumber dari Islam, bukan sebaliknya. Karena Islam merupakan agama yang di dalamnya ada petunjuk yang tak lekang oleh zaman, termasuk dalam hal mengatur hak-kewajiban laki-laki dan perempuan ini.
Anggapan bahwa Islam mengekang perempuan dan memanjakan laki-laki, hingga mutlak melarang wanita ke luar rumah adalah tidak benar. Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajibannya masing-masing yang harus dijalankan.
Ajaran Islam mengangkat derajat wanita. Namun, tetap ada kodrat perbedaan antara pria dan wanita. Allah dalam surah al-Nisa’ ayat 32 berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Sumber:
Sistem Pergaulan dalam Islam oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani [bagian mukadimah]
https://en.wikipedia.org/wiki/Women_in_Pakistan
https://en.wikipedia.org/wiki/Women_in_Afghanistan