Soal Jawab Hadits “Memisahkan Diri Dari Kelompok-Kelompok Ketika Tiada al-Jama’ah”
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/soal-jawab-hadits-memisahkan-diri-dari.html
Oleh : Ustadz Irfan Abu Naveed, M.Pd.I
Soal
Perhatikan penggalan hadits ini :
وى الشيخان
عن حذيفة
في أثناء
حديث : تلزم
جماعة المسلمين
وإمامهم ،
قلت : فإن
لم يكن
لهم جماعة
ولا إمام
؟ قال
: فاعتزل تلك
الفرق كلها
، ولو
أن تعض
بأصل شجرة
حتى يدركك
الموت وأنت
على ذلك
Afwan ust, mhn bantuan antum...maksud maqalah diatas bgm..saya tanya pendapat
sifulan ttg khilafah dia kirim tulisan tsb. [Peserta Kajian Tsaqafiyyah]
Jawaban
الحمدلله رب
العالمين والصلاة
والسلام على
رسول الله
وعلى آله
وأصحابه أجمعين
وبعد
Perhatikan hadits tsb lengkapnya: Hudzaifah bin Yaman r.a. berkata:
كَانَ النَّاسُ
يَسْأَلُونَ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ
الْخَيْرِ، وَكُنْتُ
أَسْأَلُهُ عَنِ
الشَّرِّ مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي،
فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللهِ،
إِنَّا كُنَّا
فِي جَاهِلِيَّةٍ
وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا
اللهُ بِهَذَا
الْخَيْرِ، فَهَلْ
بَعْدَ هَذَا
الْخَيْرِ شَرٌّ؟
قَالَ: «نَعَمْ» ،
فَقُلْتُ: هَلْ
بَعْدَ ذَلِكَ
الشَّرِّ مِنْ
خَيْرٍ؟ قَالَ:
«نَعَمْ، وَفِيهِ
دَخَنٌ» ،
قُلْتُ: وَمَا
دَخَنُهُ؟ قَالَ:
«قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ
بِغَيْرِ سُنَّتِي،
وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ
هَدْيِي، تَعْرِفُ
مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ»
، فَقُلْتُ:
هَلْ بَعْدَ
ذَلِكَ الْخَيْرِ
مِنْ شَرٍّ؟
قَالَ: «نَعَمْ، دُعَاةٌ عَلَى
أَبْوَابِ جَهَنَّمَ
مَنْ أَجَابَهُمْ
إِلَيْهَا قَذَفُوهُ
فِيهَا» ،
فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللهِ،
صِفْهُمْ لَنَا،
قَالَ: «نَعَمْ، قَوْمٌ مِنْ
جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ
بِأَلْسِنَتِنَا» ،
قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللهِ،
فَمَا تَرَى
إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ؟ قَالَ:
«تَلْزَمُ جَمَاعَةَ
الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ»
، فَقُلْتُ:
فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ لَهُمْ
جَمَاعَةٌ وَلَا
إِمَامٌ؟ قَالَ:
«فَاعْتَزِلْ تِلْكَ
الْفِرَقَ كُلَّهَا،
وَلَوْ أَنْ
تَعَضَّ عَلَى
أَصْلِ شَجَرَةٍ
حَتَّى يُدْرِكَكَ
الْمَوْتُ وَأَنْتَ
عَلَى ذَلِكَ»
“Orang-orang semua bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan, sementara aku
bertanya tentang keburukan karena aku takut akan menimpa diriku. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, kami ini telah
melewati masa jahiliyyah dan keburukan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini
kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?” Beliau menjawab,
“Ya.” Aku, “Apakah setelah keburukan itu akan kembali datang kebaikan?”
Rasulullah, “Ya, tapi ada sedikit kabut (ketidakjelasan).” Aku, “Apa kabutnya?”
Rasulullah, “Adanya kaum yang tidak melaksanakan sunnahku dan tidak berpedoman
pada petunjukku. Ada yang kamu dukung perbuatan mereka ada pula yang kamu
ingkari.” Aku, “Apakah setelah kebaikan itu ada lagi keburukan?” Beliau, “Ya,
kaum yang menyeru di pintu-pintu jahannam, siapa yang memenuhinya akan
terhempas ke dalamnya.” Aku, “Tolong diskripskan kaum itu kepada kami ya
Rasulullah.” Beliau, “Orang-orang dari kulit kita sendiri dan bicara dengan
bahasa kita.” Aku, “Wahai Rasulullah, apa saran anda kalau aku mendapati itu?”
Beliau, “Tetaplah bergabung pada jamaah kaum muslimin dan imam mereka.” Aku,
“Bila tidak ada jamaah tidak pula ada imam?” Beliau, “Tinggalkan semua kelompok
itu meski kau harus menggigit akar pohon sampai kematian mendatangimu dalam
keadaan seperti itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pertama,
Hadits ini salah satu hadits yang seringkali disalahpahami atau
disalahtafsirkan oleh mereka yang tak setuju perjuangan penegakkan Khilafah.
Kesalahan tersebut tampak jelas ketika mereka menggunakan dalil hadits ini
untuk membangun kesimpulan yang salah, bahwa ketika jama'ah (yakni khilafah)
tidak ada, maka kaum Muslim bukan didorong menegakkan khilafah, tapi didorong
untuk meninggalkan seluruh kelompok (firqah) yang ada. Kesimpulan prematur
tersebut bertentangan dengan dalil-dalil yang diuraikan para ulama mu’tabar
menyoal wajibnya menegakkan Khilafah (al-Jama’ah).
Kedua, Kesimpulan prematur di atas jelas berbahaya, karena:
a. Menafikan dalil-dalil syar'iyyah yang mewajibkan penegakkan Khilafah.
b. Dengan logika aneh mereka, seharusnya mereka pun meninggalkan jama'ah: NU,
Persis, dsb. Tak hanya Hizb yang memperjuangkan Khilafah.
Ketiga, Koreksinya:
Hadits ini tak bisa dijadikan dalil untuk mengabaikan perjuangan penegakkan
khilafah. Karena wajh istidlalnya terkait mufaraqah 'an firaq, yakni
meninggalkan kelompok-kelompok yang disebutkan karakteristiknya dalam hadits
tersebut yakni:
Pertama, Kelompok yang dinilai (قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ
بِغَيْرِ سُنَّتِي،
وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ
هَدْيِي), yakni kelompok yang tidak
melaksanakan sunnah Rasulullah ﷺ, dan mengambil petunjuk dari selain petunjuk beliau ﷺ.
Karakter ini melekat kepada kelompok sesat, di luar ahlus sunnah, mereka yang
tertimpa syubhat, menyimpang dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Kedua, Kelompok lebih buruk lagi yang dinilai (دُعَاةٌ
عَلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ), yakni kelompok yang menyeru
kepada pintu-pintu jahannam. Memisahkan diri dari kelompok ini hukumnya wajib,
berdasarkan qarînah
jâzimah
(petunjuk tegas) kecaman (مَنْ أَجَابَهُمْ
إِلَيْهَا قَذَفُوهُ
فِيهَا), yakni ancaman akan dimasukkan ke
dalam jahannam bersama mereka.
Al-Hafizh al-Nawawi (w. 676 H) menukil penjelasan para ulama menguraikan makna
(دُعَاةٌ عَلَى
أَبْوَابِ جَهَنَّمَ),
bahwa mereka adalah siapa saja dari para pemimpin yang menyeru kepada bid’ah[1], atau kesesatan lainnya, seperti
khawarij[2] dan qaramithah.[3] Al-Nawawi mengisyaratkan dalam penjelasan
tersebut, yakni untuk kelompok di luar ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah, waLlâhu
a’lam bi al-shawâb.
Al-Asyraf,
dinukil oleh al-Mulla Ali al-Qari (w 1014 H), menjelaskan makna (دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ), yakni kelompok yang menyeru
manusia kepada kesesatan, dan menghalangi mereka dari petunjuk Islam, dengan
beragam jenis tipu daya, dan dari kebaikan menuju keburukan, dari sunnah menuju
bid’ah, dan dari
sifat zuhud kepada cinta dunia.[4]
Sifat
jahannam dalam hadits ini, menyiratkan bahwa apa yang mereka serukan adalah
hal-hal yang memang akan diganjar Allah dengan jahannam, dan itu bisa
dipastikan melekat kepada kelompok yang disebutkan dalam al-Qur’an, yakni
mereka yang meniti jalan kaum yang dimurkai (al-maghdhûb ’alaihim) dan jalan
kaum yang tersesat (al-dhâllûn), dalam QS. Al-Fâtihah [2]: 7.
Dua karakter khusus yang digambarkan secara jelas oleh Rasulullah ﷺ
dalam hadits ini, dan penyikapan seorang muslim terhadapnya, sama sekali tak
bisa dialamatkan pada kelompok-kelompok dakwah di antara kaum Muslim, dari
kelompok ahlus sunnah, yakni mereka yang berpijak pada al-Qur’an dan al-Sunnah,
dan ilmu syar’i terhadap keduanya, terlebih tidak jika dialamatkan pada
kelompok dakwah, yang didasarkan pada QS. Âli Imrân [3]: 104, dengan karakter
berpegang teguh pada tali Din Allah (QS. Âli Imrân [3]: 103), yang justru
memperjuangkan kekhilafahan, institusi pemersatu kaum Muslim yang disebutkan
dalam hadits ini yakni jamâ’at al-muslimin wa imâmahum (جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ
وَإِمَامَهُمْ), demi memperjuangkan penerapan
Islam keseluruhannya dalam kehidupan.
Bahkan
kelompok dakwah dengan karakteristik yang memenuhi QS. Âli Imrân [3]: 103-104
ini, justru wajib didukung, mengingat keberadaannya disyari’atkan (masyrû’),
bagian dari perintah fardhu dari Allah SWT.
Lengkapnya menyoal kelompok-kelompok kaum Muslim (ahzab): tafsir ayat-ayat
al-Qur’an terkait, dan hubungannya dengan hadits ini, sudah kami uraikan dalam
buku Menggugah Nafsiyyah Dakwah Berjama’ah, silahkan dinikmati sajian lengkap
dalam buku tersebut (info WA: 0858 6183 3427). []
والله أعلم
بالصواب
وفقنا الله
وإياكم فيما
يرضاه ربنا
ويحبه
[1] Yakni yang jelas pasti kebid’ahannya, bukan perbedaan dalam wilayah
furû’iyyah zhanniyyah seperti yang divonis sebagian kelompok kaum Muslim di
zaman ini.
[2] Ini pula yang dijelaskan oleh al-Qadhi ‘Iyadh, dinukil oleh Imam Badruddin
al-‘Aini al-Hanafi, lihat: Badruddin al-Aini, ’Umdat al-Qâri Syarh Shahîh
al-Bukhâri, juz XVI, hlm. 140.
[3] Al-Hafizh al-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim, juz ke-18, hlm. 13.
Qaramithah yakni kelompok syî’ah Isma’iliyyah dari aliran kebatinan Syi’ah.
[4] Al-Mulla Ali al-Qari, Mirqât al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, juz
VIII, hlm. 3380.