Persatuan Dalam Ikatan Aqidah
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/persatuan-dalam-ikatan-aqidah.html
Oleh: Achmad Fathoni (Dir. El Harokah Research Center)
Umat Islam merupakan satu kesatuan. Pengikatnya adalah akidah Islam. Rasulullah
saw., “Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain.” (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Namun, saat ini kaum Muslim terpecah-belah. Apa yang diderita Muslim di
Rohingnya dan Palestina, misalnya, dianggap bukan persoalan umat Islam lain.
Pada masa Khilafah, umat Islam seluruh dunia disatukan.
Sepeninggal Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dari kalangan para sahabat
meluaskan wilayahnya hingga mencakup seluruh Jazirah Arab. Penyebaran Islam
terus berkembang.
Pada masa Kekhilafahan Umayah umat Islam tersebar hingga Asia Tengah, Cina,
Afrika Utara dan Andalusia. Pada masa Umayah juga umat Islam sampai ke
Kaukasus, Maroko, Sisilia, dan Spanyol sebelah Barat. Di Timur, umat Islam
terus tersebar ke Bukhara, Samarkand, Khawarism, Farghana, Taskent, sampai
perbatasan Tiongkok. Pada masa ini pula Islam sampai ke Indonesia. Sunanto
(2005) menyatakan bahwa menurut sumber-sumber Cina, menjelang akhir perempatan
ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di
pesisir pantai Sumatera. Rabbih sebagaimana dikutip oleh Azra (2005) mencatat
bahwa pada tahun 100H (718M) Raja Sriwijaya bernama Srindrawarman mengirim surat
kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhilafahan Umayah meminta dikirim
da’ yang bisa menjelaskan Islam kepadanya.
Luasnya wilayah kekuasaan Islam terus berkembang hingga berakhirnya era
kekhilafahan Utsmaniyah pada tahun 1924 M. Umat Islam yang tersebar dalam
daerah yang mencakup dua pertiga dunia ini disatukan dalam satu akidah. Mereka
menyatu dalam kepemimpinan Khalifah. Hal ini menegaskan bahwa Khilafah
merupakan institusi yang dapat mewujudkan kesatuan umat secara nyata.
Adapun kewajiban menegakkan Khilafah merupakan perkara syar’i yang sudah
diketahui karena urgensitasnya (ma’lum[un] min ad-dini bi adh-dharurah). Allah
SWT telah memerin-tahkan Rasulullah saw. untuk memberikan keputusan hukum di
antara kaum Muslim dengan syariah yang telah Allah turunkan (QS al-Maidah [5]:
48). Perintah ini pun berlaku untuk kaum Muslim. Perintah untuk menegakkan
syariah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang imam
(khalifah). Begitu juga banyak hukum yang tidak terlaksana tanpa adanya
khalifah. Misalnya, ayat-ayat yang memerintahkan qishash (QS al-Baqarah [2]:
178), had bagi pelaku zina (QS an-Nur [24]: 2), dan had bagi pencuri (QS
al-Maidah [5]: 38) tidak mungkin dilaksanakan tanpa adanya khalifah. Jadi,
ayat-ayat di atas hakikatnya adalah dalil tentang wajibnya mengangkat seorang
imam (khalifah) yang menegakkan syariah Islam itu.
Banyaknya problematika yang tak kunjung selesai seperti pencaplokan kekayaan
alam oleh asing, pembunuhan kaum Muslim, penjajahan negeri-negeri Muslim, dan
sebagainya yang tidak kunjung usai juga menunjukkan perlunya Khilafah. Selain
itu, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَةً
Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat, maka matinya
adalah (laksana) mati jahiliah (HR Muslim).
Makna hadis ini menegaskan bahwa baiat itu wajib hukumnya. Padahal baiat itu
hanya ada bila ada baiat kepada seorang imam (khalifah). Konsekuensinya, hadis
ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya.
Kini, kaum Muslim yang berjumlah 1,8 miliar jiwa di dunia wajib mengangkat
seorang khalifah. Keempat mazhab Ahlus Sunnah memandang wajib adanya Khilafah.
Syaikh Abdurrahman al-Jaziri sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hazm menyatakan,
“Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafii, dan Ahmad]
rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa
kaum Muslim itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan
syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka
juga sepakat bahwa kaum Muslim dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak
boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.”[]