Perang Politik Media
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/perang-politik-media.htmlTak bisa dipungkiri, bahwa media memiliki peran yang sangat penting terhadap pemberitaan. Media menjadi alat yang sangat efektif digunakan oleh masyarakat untuk memperoleh berbagai berita yang terjadi di berbagai mancanegara secara aktual. Namun saat ini media terasa sangat berbeda dengan media beberapa dekade sebelumnya.
Jurnalis
Kompas di salah satu forum training jurnalistik beberapa waktu lalu, menyatakan
bahwa jargon pemberitaan media hari ini telah sangat jauh berbeda dengan
beberapa dekade lalu. Dahulu, bukan berita namanya ketika ada “Anjing
gigit manusia” tetapi akan jadi berita ketika “Ada manusia
gigit anjing”. Namun jargon ini telah dianggap usang. Hari ini, yang
dianggap berita itu menggunakan prinsip “Adalah suatu HAL YANG
PENTING menjadikan sesuatu yang TIDAK PENTING menjadi PENTING”.
Kalimat
yang meski terkesan rumit tersebut justru mengartikan suatu keremehtemehan yang
menjadi komoditas berita besar hari ini. Media menjadikan sebuah BERITA BESAR
menjadi BERITA KECIL karena dianggap TIDAK PENTING oleh media tersebut. Namun
sebaliknya, media bisa juga membuat BERITA KECIL menjadi BERITA BESAR yang
dianggap PENTING jika media tersebut MEMILIKI KEPENTINGAN di dalamnya.
Inilah
mengapa, bagi kita tentu akan sulit untuk mengharapkan media yang objektif,
selalu melakukan cover both side atau bahkan sulit berharap
mereka melakukan cover all side. Hal itu sangat beralasan karena
media dalam sistem demokrasi liberal merupakan salah satu pilar tegaknya
ideologi Kapitalis-Sekuler. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk menjaga
terus tegaknya demokrasi liberal. Kemudian di sisi lain, media hari ini
sesungguhnya telah terkooptasi kepentingan untuk menciptakan pasar. Ini salah
satu hal yang perlu kita waspadai juga, karena seringkali media turut berperan
“membajak” opini dan dialihkan kepada isu-isu yang memberi keuntungan kepada
mereka. Tidak saja secara politik, tetapi juga secara ekonomi.
Noam
Chomsky (Seorang Psikolog dan Pengamat Media Sekuler) mengatakan bahwa Media
Sekuler memang menetapkan 10 strategi Manipulasi. Salah satunya yaitu “Strategy
of Distraction atau Strategi Gangguan”. Strategi ini telah digunakan oleh
Amerika Serikat untuk memanipulasi kepentingan politik, dimana kebijakan yang
sebenarnya itu sesuatu yang buruk, dengan strategi gangguan oleh media dapat
disulap menjadi kebijakan yang sangat dibutuhkan oleh negara.
Strategi
gangguan ini telah nyata mengorbankan umat, terutama umat islam. Dimana media
telah mengalihkan umat islam dari berita yang besar diganggu dengan
berita-berita kecil yang tidak penting namun disulab menjadi berita yang besar
dan keberadaannya sangat penting. Gangguan dengan berita-berita kecil ini
akhirnya membuat umat tidak mendapatkan informasi secara benar. Opini yang ada
ditengah umat untuk mengikuti apa yang disuarakan oleh peserta aksi malah
terhambat dan dibelokkan kepada opini buruk yang di ciptakan oleh media. Maka
wajar jika dikatakan bahwa media menjadi tempat untuk memanipulasi. Dalam istem
ini, kebebasan pers malah digunakan media untuk membodohi umat islam, yang
akhirnya melakukan manipulasi terhadap berita sesuai dengan kepentingan pihak
penguasa atau yang memiliki kepentingan untuk menjatuhkan umat islam.
Kemunculan
MedSos (Media Sosial)
Kemunculan
media sosial karena ketidakpuasan terhadap media konvensional saat ini menjadi
hal yang sangat wajar. Selain karena perkembangan Teknologi dan Informasi,
keberadaan media sosial menjadi peluang besar bagi perjuangan Islam untuk
melakukan upaya lawan balik. Fenomena ini terjadi tidak saja di dunia maya,
tetapi di dunia nyata. Seperti mulai terdengarnya para jurnalis media
konvensional resign dari media massa tempat dia bekerja,
kemudian memilih menjadi jurnalis independen dengan mengelola portal berita online sendiri.
Tentu ini adalah langkah idealis yang dilakukan seorang jurnalis.
Ada
tiga poin perubahan lanskap media hari ini yang dapat kita garis bawahi
berdasarkan penjelasan sebelumnya :
Pertama, menjadikan
suatu pemberitaan yang tidak penting menjadi penting yang akhirnya
mendangkalkan pemikiran umat. Hingga berdampak massif pada munculnya generasi
alay yang terlalu banyak mengkonsumsi informasi tidak penting tentang gaya
hidup Selebritis
Kedua,
tentang strategi media yang lebih khusus terhadap Islam, yakni media
blackout. Isu-isu tentang Islam dan Kaum Muslim selalu dihadapkan
dengan framing berita dengan angle (sudut
pandang) menggunakan labelisasi dan peyorasi (merendahkan atau meremehkan).
Seperti perkataan dedengkot media liberal Endi Bayuni: 9 Mei 2013 di Jakarta
Globe: “Jangan berikan ruang sedikitpun pada kalangan garis keras!
Silakan meliput mereka ketika mereka melanggar hukum, tetapi jangan beri ruang
untuk sekelompok kecil orang-orang itu ketika mereka berjuang melawan sesuatu
yang absurd…“
Ketiga, peranan
media sosial sebagai primadona yang mampu mengakomodasi semua
kepentingan. Disinilah Perang Sebenarnya. Perang riil berbagai
kepentingan dan aspirasi berbagai ideologi, kuasa modal dan kekuasaan politik.
Politik media menjadi lebih banyak pelakunya dan lebih banyak kepentingannya.
Diantara mereka itu mungkin ada yang beriringan dan ada yang tidak. Aktivis
ideologis harus jeli dalam melihat realitas ini, sehingga dapat memenangkan
peperangan politik media.
Dakwah
di abad informasi ini memerlukan kekuatan sudut pandang dan literasi informasi.
Literasi informasi yang dilandasi oleh ideologi Islam akan membekali kaum
Muslim dalam mencerna banyak informasi dan menilai banyak peristiwa dengan
lensa Aqidah Islam.
Ada 5
strategi taktis agar kita bisa memenangkan pertempuran di media sosial :
1. Jadilah
penerima kabar dan penyampai kabar yang jernih, tidak baper/bawa perasaan
(karena banyak postingan medsos yang memancing emosi), jangan sebarkan berita
hoax, serta lakukan tabayyun terlebih dahulu dengan melihat siapa pembawa
beritanya.
2. Lakukan
riset berita, dengan pelajari perbedaan angle berita,
mengidentifikasi siapa medianya (ideologi pemilik media), dan cari conformity berita,
kalau sudah conform berarti berita itu mendekati valid.
3. Setelah
berita valid, respon dengan sudut pandang islam. Buat narasi opini dakwah yang
sarat dengan informasi bergizi dan tsaqofah mulia (rumusnya Short,
Sharp, Sweet). Disinilah manifestasi kekuatan sudut pandang itu.
4. Be The
Media, Be The Buzzer yang menginformasikan informasi
bergizi untuk umat, yakni : contoh informasi tsaqofah Islam, pemikiran Islam,
tafsir, hadits, informasi seputar geliat dunia Islam, peristiwa politik ekonomi
internasional, dll.
5. Setelah
mencuat opininya di dunia maya, lalu konsolidasikan di dunia nyata untuk
semakin membuat kekuatan opini menjadi kekuatan menggerakkan dengan platform gerakan
yang kita dekatkan pada Islam, dengan kata lain sesuai dengan metode perubahan
yang benar.
Politik
Media Dalam Islam
Berikut
adalah beberapa peran politik media dalam islam : Pertama, Politik
media dalam Islam akan sejalan dengan dakwah Islam, kemajuan teknologi akan
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya tujuan dakwah. Inilah ciri khas ideologi
Islam yang tidak akan membiarkan kekuatan ekonomi korporasi memanfaatkan
teknologi demi semata mengeksploitasi pasar namun mengabaikan terwujudnya
masayarakat yang sehat serta generasi muda yang berkepribadian kuat dan
berintegritas.
Kedua, Politik
media dalam Islam akan mengadopsi strategi informasi yang spesifik untuk
memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas akan mampu
menggerakkan akal manusia agar mengarahkan pandangannya pada Islam serta
mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Strategi ini akan membangun kesadaran
politik yang kuat pada kaum Muslim sehingga mampu memahami percaturan politik
yang sebenarnya yang menimpa dirinya, lingkungannya dan umat Islam dengan
kekuatan identitas Islam.
Media
dalam Kekhalifahan
Media
seharusnya adalah alat yang akan memastikan bahwa informasi yang sampai pada
masyarakat adalah kebenaran. Media merupakan sarana efektif untuk mentransfer
sebuah informasi. Media semaksimal mungkin digunakan untuk mengedukasi umat
dengan pemahaman yang utuh terhadap islam agar umat punya panduan dalam
berperilaku sesuai tuntutan syari’at islam.
Media
dalam kekhalifahan akan mengedukasi umat dengan pengetahuan tentang sains dan
teknologi agar kualitas hidup meningkat, agar taraf hidup dalam mendapatkan
kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan syari’at bisa diraih sesuai dengan
apa yang diharapkan semua orang.
Negara
islam akan memastikan bahwa media bisa menjaga kehormatan dan kemuliaan
Al-Qur’an, kemuliaan hukum syari’at, dan tidak akan ada lagi penistaan terhadap
Al-Qur’an, ulama dan martabat umat islam. Tentunya hal ini tidak terjadi dalam
negara sekuler yang menata media berdasar prinsip kebebasan pers. Oleh karena
itu, agar bisa merasakan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi umat, maka umat
butuh kembali pada kehidupan islam yang menerapkan seluruh hukum islam secara
sempurna dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu ‘Alam bi ash-Shawab
[].
Sumber
bacaan : Kelas Politik Muslimah Negarawan