MUSLIM BEKERJA MEMBANGUN VIHARA
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/muslim-bekerja-membangun-vihara.html
Tanya
:
Apa hukumnya
menjadi pekerja bangunan untuk pembangunan tempat ibadah orang kafir, khususnya
gereja dan vihara? (Wahyudi,
Banjarmasin).
Jawab
:
Tidak boleh seorang
muslim bekerja untuk membangun tempat ibadah orang kafir, seperti gereja atau
vihara. Sebab akad ijarah (kontrak tenaga kerja) yang ada antara dirinya dengan
orang kafir itu adalah akad batil (tidak sah). Dalil-dalilnya adalah :
Pertama, firman Allah SWT
:
ولا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“dan janganlah kamu
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah [5] : 2)
Ayat ini telah
melarang perbuatan tolong-menolong (at-ta’awun)
dalam dosa (al-itsm), yaitu maksiat
(al-ma’ashiy) atau kekufuran (al-kufr) (Tafsir Al-Baghawi, 2/9). Maka
akad ijarah untuk membangun tempat ibadah orang kafir tidak dibolehkan, karena
termasuk perbuatan tolong-menolong dalam kekufuran. (Lihat Wasim Mahmud
Fathullah, Al-Wajiz fi Ahkam Ahli
Adz-Dzimmah, hal. 9).
Kedua, sabda Nabi SAW :
مَنْ تََشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud, dishahihkan
oleh Ibnu Hibban).(Imam Ash-Shan’ani, Subulus
Salam, 4/175; Imam Ibnu Taimiyah, Iqtidha`
Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 48; Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, 2/165).
Hadits ini telah
mengharamkan muslim untuk menyerupai kaum kafir (tasyabbuh
bil kuffar) dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka.
(Subulus Salam, 4/175). Membangun
tempat ibadah kaum kafir adalah perbuatan khas atau tradisi kaum kafir, maka
muslim diharamkan membangun tempat ibadah mereka karena perbuatan itu bagi
muslim adalah perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh
bil kuffar) yang diharamkan.
Imam Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah dalam kitabnya Ahkam Ahli
Adz-Dzimmah (1/208-209) meriwayatkan pendapat Imam Ahmad bin
Hanbal –rahimahullah ta’ala—
mengenai haramnya seorang muslim bekerja sebagai tukang bangunan untuk
membangun tempat ibadah orang Majusi. Ishaq bin Ibrahim berkata,”Aku mendengar
Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hanbal) ditanya seorang tukang bangunan (rajulun banna`),”Bolehkah saya
membangun Nawus (tempat
ibadah Majusi) untuk orang Majusi?” Maka Abu Abdillah menjawab :
لا تَبْنِ لَهُمْ وَلا تُعِنْهُمْ عَلى مَا هُمْ فِيْهِ
“Janganlah kamu
membangun untuk mereka dan janganlah kamu menolong mereka dalam perkara yang
merupakan bagian agama mereka.” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkam Ahli Adz-Dzimmah,
1/208).
Imam Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah juga meriwayatkan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal ketika
ditanya,”Bolehkah seorang muslim menggali kubur untuk Ahludz Dzimmah dengan
mendapat bayaran?” Imam Ahmad bin Hanbal menjawab,”Tidak apa-apa.” (Laa ba`sa bihi). (Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, Ahkam Ahli Adz-Dzimmah,
1/208).
Jadi, menurut Imam
Ahmad bin Hanbal membangun Nawus (tempat
ibadah Majusi) hukumnya tidak boleh, karena Nawus merupakan
ciri khas kekafiran orang Majusi (min
khasha`ish diinihim), sama halnya dengan gereja (al-kanisah). Sementara menggali
kubur tidak mengapa, karena liang kubur tidak termasuk dalam ciri khas
kekafiran mereka. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkam
Ahli Adz-Dzimmah, 1/209). Terlebih lagi syara’ memang mewajibkan
menguburkan jenazah dalam liang kubur walaupun jenazah orang kafir.
(Nashiruddin Al-Albani, Ahkamul
Jana`iz, Riyadh : Maktabah Al-Ma’arif, 1992, hal. 168).
Berdasarkan
penjelasan di atas, haram hukumnya seorang muslim bekerja membangun tempat
ibadah kaum kafir, seperti vihara atau gereja. Sebab tempat ibadah adalah ciri
khas kekafiran. Berbeda halnya kalau muslim itu membangun rumah untuk kaum
kafir, hukumnya boleh. Karena rumah bukan termasuk ciri khas kekafiran. Wallahu a’lam [ ]
Yogyakarta,
21 September 2008
KH.
Muhammad Shiddiq Al-Jawi