Kepada Siapa Zakat Hewan Ternak Ditunaikan Pada Kondisi Khilafah Tidak Ada?
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/kepada-siapa-zakat-hewan-ternak.htmlSoal:
Pertanyaan ‘Athiyah al-Jabarin:
Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullah wa
barakatuhu. Akhana Abu Yasin semoga Allah senantiasa menjaga Anda dan
memanjangkan usia Anda…
Berkaitan dengan Jawab Soal seputar zakat hewan ternak… Kami tahu
bahwa terhadap domba yang digembalakan ada zakat dan yang tidak digembalakan
tidak ada zakat atasnya… Dan ketika pemilik hewan ternak memberi makan hewan
ternaknya pada sebagian besar tahun menurut perhitungannya dan hewan ternak itu
tidak digembalakan kecuali hanya sedikit sekali dari jumlah hari setahun, dan
tujuan dari hal itu adalah untuk memperbanyak hasil di mana pada galibnya domba
tidak melahirkan dua kali, dan ini hasil dari pemberian makan pada sebagian
besar hari setahun. Dan domba di sini tidak untuk diperdagangkan. Apakah di
sini terhadapnya ada zakat atau tidak? Semoga Allah melimpahkan berkah kepada
Anda.
Saudaramu ‘Athiyah al-Jabarin Palestina.
Pertanyaan Adel Arbi:
Assalamu ‘alaikum, semoga Allah
melimpahkan berkah kepada Anda dan memberikan balasan yang lebih baik kepada
Anda dan menolong Anda.
Kepada siapa zakat hewan ternak
ditunaikan pada kondisi khilafah tidak ada?
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa
barakatuhu.
Pertanyaan Anda berdua seputar zakat
hewan ternak dan kepada siapa dibayarkan. Oleh karena itu, saya jadikan jawaban
untuk Anda berdua sekaligus. Dan jawaban itu sebagai berikut:
Pertama:
zakat hewan ternak berupa domba, sapi dan onta:
1- Tidak ada zakat atas domba, sapi dan
onta yang diberi makan (bukan digembalakan). Hal itu karena as-sawm (digembalakan) adalah sifat yang memberi
pemahaman ‘illat. Dan mafhûm ash-shifati adalah
pengaitan hukum dengan sifat benda. Dan ini menunjukkan atas penafian hukum
dari benda ketika sifat itu tidak ada. Dan syaratnya, sifat itu merupakan sifat
yang memberi pemahaman (washfun mufhimun),
yakni memberi faedah ‘illat. Jika tidak merupakan sifat yang memberi pemahaman
(washfun mufhimun) maka tidak memiliki mafhum … Saya
ulangi, bahwa syarat mafhûm ash-shifati adalah
harus merupakan sifat yang memberi pemahaman (washfun mufhimun).
Seperti sabda Rasul saw:
«فِي
صَدَقَةِ الغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا…»أخرجه البخاري
“Pada zakat domba (adalah) pada yang
digembalakan…” (HR al-Bukhari).
Domba (al-ghanam) adalah
nama benda. Dan dia memiliki dua sifat: as-sawm (digembalakan)
dan al-‘alaf (diberi makan). Kewajiban zakat dikaitkan
terhadap sifat as-sawm, maka hal itu menunjukkan
tidak adanya kewajiban itu dalam al-ma’lûfati (yang
diberi makan).
2- Dalil atas hal itu:
Abu Dzar meriwayatkan dari Nabi saw,
beliau bersabda:
«مَا
مِنْ صَاحِبِ إِبِلٍ، وَلَا بَقَرٍ، وَلَا غَنَمٍ، لَا يُؤَدِّي زَكَاتَها، إِلاَّ
جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، أَعْظَمَ مَا كَانَتْ، وَأَسْمَنَ، تَنْطَحُهُ
بِقُرُونِهَا، وَتَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا». متفق عليه
“Tidak ada pemilik onta, pemilik sapi,
pemilik domba, yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali hewan itu datang pada
hari Kiamat kelak lebih besar dan lebih gemuk, menanduk pemiliknya dengan
tanduk-tanduknya, dan menginjaknya dengan kuku-kuku kakinya” (Muttafaq
‘alayh).
Abu Dawud telah meriwayatkan dari Abu
Bakar dari Nabi saw dalam hadits yang panjang, bahwa Nabi saw bersabda:
«…
وَفِي سَائِمَةِ الْغَنَمِ إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ، فَفِيهَا شَاةٌ…»
“… dan dalam domba yang digembalakan jika
mencapai 40 ekor maka di dalamnya (ada zakat) seekor domba betina (syâtun)…”.
Dari Ali ra, ia berkata:
«لَيْسَ
فِيْ الْبَقَرِ الْعَوَامِلِ صَدَقَةٌ» رواه أبو عبيد والبيهقي
“Tidak ada zakat dalam sapi yang
dipekerjakan” (HR Abu Ubaid dan al-Baihaqi).
Dari Amru bin Dinar bahwa telah sampai
kepadanya bahwa Rasulullah saw bersabda:
«لَيْسَ فِيْ الثَّوْرِ الْمُثِيرَةِ صَدَقَةٌ» رواه
أبو عبيد
“Tidak ada zakat dalam sapi jantan yang
digunakan membajak tanah” (HR Abu Ubaid).
Abu Ubaid juga meriwayatkan dari Jabir
bin Abdullah, ia berkata:
«لَا
صَدَقَةَ عَلَى مُثِيرَةٍ»
“Tidak ada zakat atas hewan yang digunakan
membajak tanah”.
Al-mutsîrah adalah yang membajak tanah yakni menggemburkannya.
Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak ‘Alâ ash-Shahîhayn dari Bahzu bin
Hakim dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw
bersabda:
«فِي
كُلِّ إِبِلٍ سَائِمَةٍ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ ابْنَةُ لَبُونٍ…»
“Dalam setiap onta yang digembalakan, pada
setiap 40 ekor, (zakatnya) bintu labun –anak Unta betina berumur dua tahun-.
Al-Hakim berkata: “ini adalah
hadits shahîhu al-isnâd”. Dan as-sâimah: hewan yang digembalakan di padang rumput dan
padang gembalaan dan tidak diberi makan.
3- Begitulah, ketiga hewan ternak itu
wajib dizakati. Dan seperti yang dijelaskan di atas, zakat tersebut adalah
dalam yang digembalakan, yakni digembalakan sebagian besar tahun. Adapun yang
diberi makan, maka tidak dizakati. Demikian juga sapi yang dipekerjakan, tidak
dizakati.
4- Ringkasnya, bahwa tidak ada zakat
pada hewan kecuali hewan ternak: domba, sapi dan onta. Adapun dalam barang
dagangan, maka dizakati setiap hewan jika untuk diperdagangkan yakni untuk
diperjual-belikan karena adanya nas-nas tentang zakat semua yang ditawarkan
untuk diperdagangkan apapun jenisnya, baik berupa biji-bijian, pakaian atau
hewan… Dan diantara nas-nas yang dinyatakan dalam masalah barang dagangan (‘urûdh at-tijârah):
– Dari Samurah bin Jundub, ia berkata:
«أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ كَانَ
يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ» رواه أبو داود
“Amma ba’du, Rasulullah saw memerintahkan
kami untuk mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual” (HR Abu
Dawud).
– Dan dari Abu Dzar dari Nabi
saw, beliau bersabda:
«وَفِي
الْبَزِّ صَدَقَتُهُ» رواه الدارقطني والبيهقي
“Dan dalam pakaian ada zakat” (HR
ad-Daraquthni dan al-Baihaqi).
Al-bazzu adalah
pakaian dan gamis yang diperdagangkan.
Kedua:
kepada siapa ditunaikan zakat hewan ternak pada kondisi khilafah tidak ada, seperti
dalam pertanyaan Anda, seolah maksudnya bukan orang yang berhak atas zakat,
tetapi kepada siapa dibayarkan.
1- Zakat baik zakat hewan ternak, hasil
pertanian dan buah-buahan, uang dan barang dagangan, dibayarkan kepada
khalifah, atau orang yang mewakilinya di antara para wali dan ‘amil, atau orang
yang ditunjuk oleh khalifah dari para as-su’âtu dan al-‘âmilîna atas zakat. Allah SWT berfirman:
﴿خذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾
[التوبة: 103]
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (TQS at-Tawbah [9]: 103).
Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya
saw dalam ayat ini agar mengambil zakat dari para pemilik harta. Rasul saw
dahulu menunjuk para wali, ‘amil, as-su’âtu atas
zakat, untuk mengambilnya dari para pemilik harta. Sebagaimana, Rasul saw juga
menunjuk para penaksir hasil pertanian untuk menaksir kurma dan anggur.
Orang-orang pada masa Rasul saw membayar zakat kepada Beliau, atau kepada orang
yang Beliau tunjuk di antara para wali, ‘amil dan as-su’âtu atas zakat. Kondisinya berlangsung
menurut yang demikian setelah beliau … Jadi zakat dibayarkan kepada para
khalifah dan wali-wali mereka…
Terdapat riwayat-riwayat dari para
sahabat dan tabi’in atas bolehnya seseorang melakukan sendiri pendistribusian
zakat dan meletakkannya pada tempatnya, pada harta-harta ash-shâmitah yakni uang. Abu Ubaid telah
meriwayatkan bahwa Kaysan datang kepada Umar dengan membawa 200 Dirham zakat.
Dia berkata kepada Umar:
«يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ،
هَذِهِ زَكَاةُ مَالِيْ»، فَقَالَ لَهُ عُمَرٌ: «فَاذْهَبْ بِهَا أَنْتَ
فَاقْسِمْهَا»
“Ya Amirul Mukminin, ini zakat hartaku”.
Umar berkata kepadanya: “pergilah dan bagikanlah”.
Abu Ubaid juga meriwayatkan dari Ibnu
Abbas yang berkata:
«إِذَا وَضَعْتَهَا أَنْتَ فِيْ
مَوَاضِعِهَا، وَلَمْ تَعُدَّ مِنْهَا أَحَداً تَعُوْلُهُ شَيْئاً، فَلاَ بَأْسَ»
“Jika engkau letakkan zakat pada
tempat-tempatnya dan tidak engkau kembalikan sedikitpun kepada seorang pun yang
menjadi tanggunganmu maka tidak apa-apa”.
Abu Ubaid juga meriwayatkan dari Ibrahim
dan al-Hasan, keduanya berkata:
«ضَعْهَا مَوَاضِعَهَا،
وَأَخْفِهَا»
“Letakkan zakat pada tempat-tempatnya dan
sembunyikan”.
Ini pada ash-shâmitu yakni
uang. Orang yang berzakat membayarkannya kepada khalifah dan walinya, atau dia
distribusikan sendiri. Ini berkaitan dengan uang, sebagaimana yang kami
sebutkan barusan.
Adapun hewan ternak, hasil pertanian dan
buah-buahan –az-zurû’ wa ats-tsimâr-, maka harus dibayarkan kepada
khalifah atau orang yang ditunjuk oleh khalifah. Abu Bakar telah memerangi
orang yang tidak mau membayar zakat, ketika mereka enggan membayarnya kepada
para wali atau as-su’âtu yang ditunjuk oleh
Abu Bakar. Abu Bakar berkata:
«وَاللهِ لَوْ مَنَعُوْنِي
عُنَاقاً كَانُوْا يُؤَدُوْنَهُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَيْهِ»
متفق عليه من طريق أبي هريرة
“Demi Allah, seandainya sekelompok orang
tidak mau membayarnya kepadaku apa yang dahulu mereka tunaikan kepada
Rasulullah saw niscaya aku perangi mereka atasnya” (Muttafaq
‘alayhi dari Abu Hurairah).
Adapun jika khalifah tidak ada maka
muzakki (orang yang berzakat) boleh mendistribusikannya kepada orang yang
berhak atas zakat, yaitu mereka yang disebutkan di dalam ayat yang mulia:
﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾ [التوبة: 60]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana” (TQS at-Tawbah [9]: 60) .
Jadi rukun Islam tidak boleh diabaikan
dalam segala situasi dan kondisi. Tetapi, harus ditunaikan dalam batas
kemampuan maksimal (istithâ’ah)…
Ini yang menjadi pandangan saya dalam
masalah ini. Wallâhu a’lam wa ahkam.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu
ar-Rasytah
28 Jumadul Awwal 1440 H
03 Februari 2019 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/q-a/57757.html
https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/VnqVHLGU5Mu