HUKUM MENERIMA HADIAH DARI DETAILER BAGI DOKTER
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/hukum-menerima-hadiah-dari-detailer.html Diasuh Oleh: Ust M
Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya apabila ada perusahaan
farmasi membiayai dokter untuk sebuah seminar produk mereka. Tapi dokter itu
tidak ada perjanjian untuk meresepkan produk mereka. Apakah itu sudah termasuk
suap (risywah)? (Fauzan, Banjarmasin).
Jawab :
Detailer atau medical representative (MR)
adalah staf pemasaran perusahaan farmasi yang bertugas memasarkan
obat-obat ethical, yaitu obat yang hanya bisa
dibeli dengan resep dokter. Tugas detailer adalah melakukan kunjungan secara
rutin kepada seorang dokter untuk melakukan presentasi produk farmasi, dengan
menjelaskan sedetail mungkin keunggulan produknya kepada dokter. Tujuannya
adalah men-dealkan perjanjian kerjasama (KS), bahwa dokter berkomitmen
meresepkan obat yang ditawarkan oleh detailer kepada para pasiennya. Sebagai
imbalannya, detailer memberikan imbalan kepada dokter berupa uang (20-25% dari
harga obat), barang (seperti HP, mobil, rumah, dsb) atau berupa fasilitas
seperti mengikuti seminar, bahkan bisa berupa entertainment ke tempat hiburan
malam. (Dari berbagai sumber).
Demikian sekilas fakta yang akan dihukumi (manath). Maka hukum hadiah detailer tersebut sbb;
Pertama, hukumnya haram, jika dokter itu
bekerja/praktik sebagai pegawai untuk pihak lain misalnya di sebuah rumah sakit
dan dokter tersebut sudah mendapatkan gaji dari pihak tersebut.
Dalil yang menunjukkan haramnya pegawai menerima
hadiah selain gaji yang sudah ditetapkan, sabda Nabi SAW,”Barangsiapa yang kami
angkat sebagai pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan, lalu kami sudah berikan
gaji kepadanya, maka apa saja yang dia ambil di luar gaji itu adalah harta
khianat (ghuluul).” (HR Abu Dawud, no 2943; hadis shahih, lihat
Nashiruddin Al Albani, Sahih At Targhib wa At Tarhib, Juz I/191).
Imam Syaukani memberi syarah (penjelasan)
hadits tersebut,”Pada hadits ini terdapat dalil bahwa tidak halal seorang
pegawai mendapatkan tambahan atas apa-apa yang telah ditetapkan baginya oleh
pihak yang mempekerjakan dia. Pada hadits ini juga terdapat dalil bahwa apa
saja yang dia ambil selain daripada itu [dari pihak lain yang bukan pemberi
kerja], termasuk ghuluul (harta khianat).”
(Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibnu
Hazm, 2000, hlm. 826).
Kedua, hukumnya mubah (boleh), jika dokter
itu praktik mandiri di klinik sendiri dan tidak bekerja menjadi pegawai untuk
pihak lain. Dengan kata lain, dokter itu hanya memperoleh pendapatan dari
praktiknya itu dan tidak digaji oleh pihak lain sebagai pemberi kerja.
Dalam kondisi ini, boleh hukumnya dokter menerima
hadiah dari detailer, karena hadiah itu dapat dianggap fee (komisi) dalam
akad samsarah (perantara jual beli), selama akad
samsarah ini memenuhi segala rukun dan syaratnya. Jadi dokter menjadi perantara
antara perusahaan farmasi dengan pasien. Samsarah merupakan akad yang telah
dibolehkan dalam hadits Nabi SAW. (HR Abu Dawud, no 3326; Ibnu Majah, no 2145).
Bagaimana jika seorang dokter bekerja di rumah sakit
dan juga praktik mandiri? Hukumnya bergantung dugaan kuat (ghalabatuzh zhann), apakah hadiah itu karena pekerjaan
rumah sakit ataukah karena praktik mandiri. Jika diduga kuat karena pekerjaan
di rumah sakit, hukumnya haram. Jika karena praktik mandiri, hukumnya boleh.
Jika ragu, jangan diterima karena syubhat. Wallahu a’lam.


