“HUBBUL WATHON MINAL IMAN” HADITS PALSU
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/hubbul-wathon-minal-iman-hadits-palsu.html
SOAL :
Ustadz tolong jelaskan status hadits “hubbul wathon minal iman” (cinta tanah
air sebagian dari iman)? (Ismail, Tangerang, 081-696-3841)
JAWAB :
Ungkapan “hubbul wathon minal iman” memang sering dianggap hadits Nabi SAW oleh
para tokoh [nasionalis], mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadits
dan ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk menancapkan paham nasionalisme dan
patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam.
Namun sayang, sebenarnya ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits
palsu (maudhu’). Dengan kata lain, ia bukanlah hadits. Demikianlah menurut para
ulama ahli hadits yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian.
Mereka yang mendalami hadits, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan
dengan mudah mengetahui kepalsuan hadits tersebut. Lebih-lebih setelah
banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadits-hadits dhaif dan
palsu, misalnya :
1. Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin
karya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328
H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal. 109; dan
2. Kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad
Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005),
hal. 226.
Kitab-kitab itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu
hadits di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang
hadits-hadits palsu, seperti :
1. Kitab Al-Maudhu’at karya Ibnul Jauzi (w. 597 H);
2. Kitab Al-Ala`i al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah karya Imam as-Suyuthi
(w. 911 H);
3. Kitab Tanzih Asy-Syari’ah al-Marfu`ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah
Al-Maudhu`ah karya Ibnu ‘Arraq Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir
Musthalah al-Hadits, hal. 93).
Berikut akan saya jelaskan penilaian para ulama hadits yang menjelaskan
kepalsuan hadits “hubbul wathon minal iman”.
Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh
al-Azhari asy-Syafi’i hal. 109 tersebut diterangkan, bahwa hadits “hubbul wathon
minal iman” adalah maudhu` (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan
Imam ash-Shaghani.
Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid
al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah, halaman
115.
Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya
Al-Maudhu’at, halaman 8.
Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi
(al-maraji’) lainnya sebagai berikut :
1. Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-‘Ajluni (w. 1162 H),
Juz I hal. 423;
2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w.
911 H), hal. 74;
3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794
H), hal. 11.
(Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits
a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin, hal. 109)
Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu (maudhu’)
alias bukanlah hadits Nabi SAW.
Hadits maudhu’ adalah hadits yang
didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan
dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW.
Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits
yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul
Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89).
Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah
haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk
salah satu dosa besar (kaba`ir), kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya
sebagai hadits maudhu’ (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin,
hal. 43).
Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak
mengatakan “hubbul wathon minal iman” sebagai hadits Nabi SAW, sebab Nabi SAW
faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada
Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan
dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat
duduknya di neraka.” (Hadits Mutawatir).
Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau
patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran (al-ghazwul
fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah
memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah
puluhan negara bangsa (nation-state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu.
Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari
kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun
wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan
mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti
minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita
semua. Amin. [ ]
Yogyakarta, 14 Agustus 2006
KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi