Aneka Bentuk Sedekah
https://rumah-tsaqofah.blogspot.com/2020/12/aneka-bentuk-sedekah.htmlAl-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-26
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ، تَعْدِلُ بَيْنَ الاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِى دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ خَطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Untuk setiap tulang/sendi manusia harus
ada sedekahnya setiap hari yang di dalamnya matahari terbit. Engkau berlaku
adil di antara dua orang adalah sedekah. Engkau membantu seseorang di
kendaraannya dengan membantu dia naik ke atasnya atau mengangkatkan barangnya
ke atas kendaraannya adalah sedekah. Kata-kata yang baik adalah sedekah. Setiap
langkah yang engkau ayunkan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Engkau
menyingkirkan duri dari jalanan adalah sedekah (HR al-Bukhari,
Muslim, Ahmad dan Ibn Hibban).
Susunan tulang/sendi dan keteraturannya termasuk nikmat Allah
SWT yang paling besar kepada hamba-Nya. Untuk setiap tulang/sendi itu perlu ada
sedekah yang disedekahkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat tersebut. Syukur
atas setiap kenikmatan akan ditanyakan oleh Allah pada Hari Kiamat kelak.
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Kemudian kamu pasti akan
ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (QS at-Takatsur [102]:
8)
Keharusan bersyukur dengan bersedekah untuk tiap tulang/sendi
itu—dalam riwayat jumlah sendi/tulang manusia ada 360 buah—bersifat harian,
yakni setiap hari. Rasul saw. menegaskan: “setiap hari yang di dalamnya
matahari terbit”. Lalu bagaimana itu bisa dilakukan?
Rasul saw. memberikan beberapa contohnya dalam hadis ini. Abu
Musa al-Asy’ari juga menceritakan, Rasul saw bersabda:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ، قَالُوا: فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ، قَالُوا: فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ، قَالُوا: فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ، أَوْ قَالَ: بِالْمَعْرُوفِ، قَالُوْا: فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: فَيُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ، فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ
“Setiap Muslim harus bersedekah.” Mereka
(para sahabat) berkata, “Jika ia tidak menemukan apapun (untuk bersedekah)?”
Nabi saw. bersabda, “Hendaknya ia bekerja dengan tangannya sehingga memberi
manfaat kepada dirinya dan bisa bersedekah.” Mereka berkata, “Jika ia tidak
bisa atau tidak melakukannya?” Nabi bersabda, “Hendaknya ia membantu orang yang
membutuhkan yang meminta tolong.” Mereka berkata, “Jika tidak ia lakukan?” Nabi
bersabda, “Hendaknya ia memerintahkan kebaikan,” atau Nabi bersabda,
“kemakrufan”. Mereka berkata, “Jika tidak ia lakukan?” Nabi bersabda, “Hendaknya
ia menahan diri dari keburukan karena hal demikian ada pahala sedekah bagi
dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan, jika seseorang itu tidak bisa bersedekah
dengan harta atau perbuatan apapun, cukuplah bagi dirinya meninggalkan keburukan.
Para ulama menyebut ini sebagai syukur dalam derajat wajib. Seseorang menjauhi
keburukan itu, seperti yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibn Rajab, adalah jika dia
melakukan kewajiban dan menjauhi keharaman. Sebab, keburukan terbesar adalah
meninggalkan kewajiban. Dari sini sebagian ulama mengatakan, syukur itu adalah
meninggalkan kemaksiatan. Sebagian yang lain mengatakan syukur itu tidak
menggunakan sedikitpun dari nikmat itu untuk bermaksiat. Abu Hazim az-Zahid
menyebutkan, syukur seluruh badan adalah dengan menjauhkan diri dari
kemaksiatan dan menggunakan badan dalam ketaatan.
Syukur derajat berikutnya adalah syukur yang mustahab. Setelah
melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman, hamba itu melaksanakan
perbuatan-perbuatan sunnah, baik yang berupa perbuatan, ucapan, bersifat
finansial dan sebagainya. Itulah yang di antaranya disebutkan oleh Rasul di
dalam hadis ke-26 ini, hadis ke-25 dan hadis lainnya.
Rasul saw. memberikan contoh—juga dalam hadis ke-25
sebelumnya—bermacam-macam kebaikan, yakni ketaatan yang bisa mendatangkan
pahala seperti sedekah. Dari situ terlihat bahwa pintu-pintu kebaikan atau
sedekah itu sangat luas dan beragam. Karena itu tidak alasan bagi siapapun
untuk tidak bisa bersedekah, yaitu melakukan kebaikan dan ketaatan serta mendapatkan
pahala seperti sedekah.
Di antara contoh yang disebutkan oleh Nabi saw.: Pertama, berlaku adil di
antara manusia. Termasuk di dalamnya memutuskan perkara dan melakukan ishlah dengan adil
di antara dua orang yang berselisih.
Kedua, membantu orang lain
menaiki kendaraan atau mengangkatkan barangnya ke atas kendaraan. Ini mewakili
bentuk kebaikan yang memberi manfaat kepada orang lain, membantunya dalam hal
yang dibutuhkan, meringankan kesulitan, dsb. Termasuk di antaranya: menunjuki
jalan, membantu memperbaiki sesuatu, memberi utang, membebaskan utang sebagian
atau seluruhnya, memberi tangguh, menuntun orang buta atau orang tua, dsb.
Ketiga, dalam bentuk
kata-kata yang baik. Termasuk di antaranya, mengucapkan salam, mendoakan,
menasihati, amar makruf nahi mungkar, senyum, menampakkan wajah berseri, dan
sebagainya.
Keempat, bentuk sedekah yang
manfaatnya terbatas pada diri pelaku seperti, berjalan untuk shalat berjamaah,
duduk di masjid menunggu shalat, membaca tahlil, takbir, tahmid, tasbih,
istighfar, shalawat, membaca al-Quran, mendengarkan kajian, dan sebagainya.
Begitu juga dua rakaat shalat dhuha yang dalam satu riwayat dikatakan oleh Nabi
saw. bisa memenuhi sedekah untuk semua tulang/sendi pada hari itu.
Kelima, menjauhkan bahaya
dari orang lain, seperti menghilangkan duri dari jalanan atau menjauhkan orang
dari bahaya lisan dan tangan kita atau orang lain.
Dakwah dan perjuangan agar syariah diterapkan untuk mengatur
kehidupan dan semua interaksi di masyarakat memiliki posisi sangat tinggi dalam
hal ini. Sebab, penerapannya syariah menjadi kunci pelaksanaan kewajiban
lainnya, menghalangi keharaman dan kemaksiatan, mewujudkan manfaat dan hak bagi
tiap orang, serta menjauhkan bahaya dan kemadaratan dari individu dan umat.
Karena itu, keterlibatan di dalam dakwah dan perjuangan penerapan syariah
adalah termasuk bentuk syukur yang paling tinggi.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb